Uraian Singkat
Menurut legenda Tionghoa, pernah terdapat 10 buah matahari di bumi ini dan masing-masing matahari secara bergiliran menerangi dan memberikan kehangatan ke bumi. Tetapi suatu saat semua matahari muncul secara bersama-sama sehingga menyebabkan bumi hangus karena terlalu panas. Bumi dapat diselamatkan berkat adanya seorang pemanah pemberani bernama Hou Yi yang berhasil memanah jatuh sembilan buah matahari.
Hou Yi berhasil mendapatkan ramuan kehidupan untuk menyelamatkan rakyat dari pemerintahan yang kejam, namun sang istri meminumnya. Sehingga membuat istri Hou Yi terbang ke bulan. Lalu mulailah legenda adanya perempuan di bulan, yang mana gadis-gadis Cina merayakannya sebagai Perayaan Pertengahan Musim Gugur.
Legenda ini semasa pemerintahan Tai Kang dari Dinasti Xia
Yu mendapatkan takhta dari Shun karena kemampuannya dalam mengendalikan banjir. Ketika Yu telah berusia lanjut, dia memiliki keinginan untuk menyerahkan takhta kepada salah seorang menterinya, Po Yi. Namun para ketua suku menginginkan agar Yu memberikan posisi tersebut kepada Chi, salah seorang putra Yu. Setelah kejadian ini maka posisi ketua dari ketua atau raja menjadi sesuatu yang turun temurun. Tai Kang adalah putra dari Chi.
Yu memiliki jasa besar karena berhasil menghentikan banjir dan mendidik rakyat untuk bertani. Hal ini menyebabkan Kaisar Langit di surga memerintahkan sepuluh orang putranya menjadi sepuluh matahari. Ini dimaksudkan agar mereka dapat secara bergantian mengelilingi langit setiap hari sehingga dapat membantu rakyat untuk berternak dan bertani.
Namun sepuluh orang muda tersebut tidak mematuhi perintah dan mereka keluar secara bersamaan yang menyebabkan panas dari sepuluh matahari secara bersama-sama menyinari bumi dan mengakibatkan panas yang sangat hebat. Banyak manusia dan binatang meninggal, sungai-sungai menjadi kering, hutan-hutan terbakar, dan berbagai penderitaan hebat lainnya.
Rakyat memohon agar surga memberikan kasihnya. Dan permohonan ini didengar oleh Kaisar Langit, yang lalu memerintahkan Hou Yi, seorang Dewa yang gagah, untuk turun ke bumi menyelesaikan masalah tersebut.
Hou Yi adalah Dewa yang pemberani dan beruntung. Istrinya adalah Chang-E (嫦娥) yang penyendiri, dan mereka sangat saling mencintai dan tidak terpisahkan. Mereka terkenal dengan nama “Sepasang Dewa”. Namun hidup diantara manusia tidak semudah hidup di surga, dan Chang-E tidak berkeinginan untuk itu. Namun Hou Yi tidak dapat menentang perintah dari Kaisar Langit, dan Chang-E tidak ingin berpisah dari suaminya. Maka dengan perasaan berat, dia mendampingi Hou Yi ke daerah liar di timur.
Hou Yi adalah seorang pemanah yang hebat, dan dari surga membawa busur gaib yang dapat memanah apa saja di langit diluar jangkauan manusia. Kemudian rakyat dari daerah timur mengangkatnya sebagai ketua.
Bagaimanapun juga posisi tersebut tidaklah membawa bahagia bagi Hou Yi, karena harus menghadapi kenyataan bahwa sepuluh matahari terus menerus menghanguskan tanaman, menyebabkan binatang-binatang ternak mati kelaparan, mengeringkan sungai-sungai, meluasnya penyakit-penyakit, dan banyak rakyat meninggal. Melihat hebatnya penderitaan rakyat, dia mendaki Gunung Tienshan dan berbicara dengan sepuluh matahari.
“Kasihanilah rakyat dan keluarlah hanya satu secara bergantian, jangan keluar secara bersamaan”, mohon Hou Yi.
“Kenapa kita harus begitu?”, tanya salah satu matahari.
“Karena jika kalian semua muncul secara bersamaan, cahaya dan panas kalian membuat rakyat dan mahluk hidup lainnya menderita”, jawab Hou Yi.
Tanya matahari yang lain, “apa urusan manusia dengan kami?”
“Ya benar! Kami sepuluh bersaudara sangat senang bermain bersama setiap hari di langit. Betapa hampa dan membosankan bila kami mengelilingi langit secara bergantian”, tambah matahari lainnya.
“Namun Surga sangat sayang kepada mahluk hidup, dan saya berbicara kepada kalian atas perintah Kaisar Langit”, kata Hou Yi.
Meskipun Hou Yi berusaha keras dan sungguh-sungguh untuk memberikan penjelasan, tetapi mereka tidak menghiraukan.
Salah seorang berkata dengan sombong “Kami adalah putra dari Kaisar Langit, dan siapakah kamu berani mencampuri urusan kami?”
Lalu kesepuluh matahari dengan sombongnya mengeluarkan panasnya ke bumi, yang mengakibatkan hutan-hutan terbakar, burung dan binatang berlarian menghindar dan manusia berusaha untuk menyelamatkan hidup.
Perbuatan tersebut membuat Hou Yi kehilangan kesabaran, sehingga dia mengambil busur dan panahnya, dan memanah matahari tersebut satu per satu. Pada saat Hou Yi akan memanah matahari yang terakhir, sang matahari memohon agar Hou Yi memberikan pengampunan, dan matahari tersebut berjanji mematuhi semua tugas yang diberikan dan hanya akan keluar pada siang hari.
Setelah kejadian itu, rakyat sangat menikmati hidup mereka, mereka bekerja pada siang hari dan beristirahat pada malam hari.
Hou Yi lalu melaporkan semua yang dilakukannya kepada Kaisar Langit, yang sangat marah karena Hou Yi membunuh sembilan putranya dengan kejam. Kaisar Langit menolak Hou Yi kembali ke surga. Kaisar Langit mengatakan bahwa Hou Yi sangat dinantikan oleh rakyat di kawasan timur yang telah mengangkatnya sebagai ketua dari suku-suku tersebut, dan menginginkan agar Hou Yi dapat berjuang untuk kesejahteraan umat manusia.
Maka Hou Yi tidaklah dapat pulang ke surga, dan di bumi sangat banyak pekerjaan yang harus dilakukannya.
Jika seseorang ingin menguasai alam, yaitu dengan berkuasa atas serangga dan binatang buas, maka dia pertama-tama harus belajar untuk bertarung. Maka Hou Yi mulai melatih rakyat memanah.
Hou Yi sangat sibuk dengan semua pekerjaan yang ada sehingga dia jarang pulang ke rumah, dan ini menyebabkan Chang-E merasa ditelantarkan dan kesepian. Yang paling membuat Chang-E sedih adalah kenyataan bahwa dia sekarang adalah seorang manusia, yang tidak dapat menghindari penderitaan manusia, seperti melahirkan, menjadi tua, sakit dan meninggal. Chang-E sangat marah terhadap perbuatan Hou Yi yang memanah jatuh matahari-matahari yang merupakan putra dari Kaisar Langit tersebut.
Hou Yi sangat mencintai istrinya, dan untuk menghindari pertengkaran yang selalu terjadi, maka dia berkelana sendirian. Dengan cara ini dia lebih dapat menyesuaikan diri dan beradaptasi dengan dunia.
Dalam pengembaraan, Hou Yi melakukan banyak perbuatan baik. Salah satu perbuatan baik Hou Yi yang sangat terkenal adalah membunuh seekor monster berkepala sembilan. Semua perbuatan baik yang dilakukan membuat nama Hou Yi semakin terkenal.
Beberapa kali Hou Yi memohon kepada Kaisar Langit agar dia dan istrinya dapat kembali ke surga, namun Kaisar Langit tetap tidak memaafkan perbuatan Hou Yi. Sehingga lama kelamaan, Hou Yi dan Chang-E harus berusaha keras agar dapat menyesuaikan diri dengan kehidupan manusia.
Manusia tidak dapat menghindar dari sakit, derita, kesedihan, dan kecemasan. Maka saat Hou Yi berkelana, yang bertujuan untuk melakukan banyak perbuatan baik bagi rakyat jelata, semakin terdapat jarak antara dia dengan sang istri.
Pada saat itulah Hou Yi bertemu dengan Mi Fei, yang merupakan salah satu wanita tercantik yang ada.
Mi Fei merupakan salah satu keturunan dari Fu Shi, penguasa legendaris Cina. Dahulu, Mi Fei kehilangan keseimbangan dan tenggelam di sungai Lo, yang kemudian membuat Mi Fei menjadi Dewi Lo. Mi Fei menikah dengan Feng Yi, Dewa Air, yang mengendalikan Sembilan Sungai.
Mi Fei sedang bermain di sungai suatu hari pada saat Hou Yi sedang mengendari kuda. Karena Mi Fei telah menikah dan tidak ingin orang asing melihatnya, maka dia menyelam ke dalam air. Namun Hou Yi telah melihat Mi Fei dan mengira Mi Fei tenggelam, maka Hou Yi meloncat ke sungai untuk menyelamatkan Mi Fei. Secara tidak disadari, Mi Fei merasa senang pada saat ditolong oleh Hou Yi.
“Kamu lebih baik pergi, karena jika suamiku melihatmu maka kamu akan mati”, kata Mi Fei memperingatkan Hou Yi.
“Suamimu? Kamu memiliki suami?”, tanya Hou Yi dengan penuh kekecewaan.
“Siapakah dia?”
“Feng Yi, Dewa Air.”
“Oh dia!”, kata Hou Yi sambil tertawa karena mendengar nama Feng Yi yang memiliki reputasi buruk. Dalam hati, Hou Yi sangat menyayangkan kenyataan bahwa wanita cantik ini ternyata memiliki suami semacam Feng Yi.
“Bagaimana kamu bisa tertawa? Suamiku memiliki sifat yang buruk, dan dia pasti akan membunuhmu.”
“Maka apakah kamu adalah Dewi Lo?”, tanya Hou Yi.
“Ya!”
“Itu tidak apa-apa! Jika Feng Yi memang bisa membunuhku, saya tidak akan keberatan selama saya bisa bersama wanita cantik sepertimu”, kata Hou Yi.
“Namun saya meragukan kemampuan Feng Yi bisa menandingi kemampuan seseorang yang mampu membunuh matahari di langit”.
Mi Fei melihat busur dan panah gaib yang ada dan menyadari siapakah Hou Yi sebenarnya. Mungkin karena Mi Fei menyukai Hou Yi, atau karena Mi Fei merasa kesepian sekian lama, maka Mi Fei tiba-tiba menangis di pundak Hou Yi. Hou Yi juga melupakan sang istri di rumah.
Hou Yi melupakan Chang-E, Mi Fei melupakan Feng Yi.
Namun percintaan mereka tidak kekal. Pada suatu hari saat mereka sedang berbincang-bincang dengan mesra di tepi sungai, Feng Yi memergoki mereka. Dia sangat marah dan mengubah diri menjadi seekor naga putih. Lalu mengamuk, menyapu semua kuda-kuda dan menghancurkan ladang pertanian yang ada di sekitar sungai.
Berpikir bahwa naga itu adalah seekor naga yang jahat, Hou Yi mengambil busurnya dan melepaskan sebuah panah. Mi Fei berusaha menghentikan Hou Yi, karena dia mengetahui penyamaran suaminya, namun dia terlambat. Panah itu membutakan satu mata Feng Yi, yang lalu melaporkan kejadian itu kepada Kaisar Langit.
Karena Hou Yi telah banyak melakukan perbuatan baik dan menghadapai kenyataan bahwa sebenarnya Hou Yi sedang menjalani hukuman karena membunuh sembilan matahari, maka Kaisar Langit hanya mengatakan agar Hou Yi tidak menemui Mi Fei lagi.
Patah hati! Maka satu-satunya yang bisa dilakukan Hou Yi adalah pulang ke rumah. Namun, Chang-E tidak menyambut dengan gembira.
“Bagaimana bisa kamu pulang kesini setelah apa yang kamu lakukan? Pulanglah kamu ke perempuan yang tidak tahu malu itu!”, kata Chang-E. Hou Yi tidak berkata apa-apa, karena menyadari bahwa dirinya memang bersalah.
Sementara itu Feng Yi yang masih tidak puas dengan keputusan Kaisar Langit, memanggil para naga dari Sembilan Sungai dan memerintahkan mereka membuat awan dan hujan selama satu bulan penuh. Bencana ini menandingi bencana yang pernah ditimbulkan sepuluh matahari. Semua binatang dan tanaman tenggelam, yang menyebabkan rakyat kelaparan.
Maka sekali lagi Hou Yi memanggul busur dan panahnya, memanggil semua pengikutnya dan pergi berburu burung, binatang, dan ikan untuk memberi makan Chang-E dan para anggota sukunya.
Chang-E tidak merasa senang dengan memakan binatang-binatang liar ini. Dia ingin makan buah-buahan dan dia meminta Hou Yi menunjukkan kegagahannya.
“Saya dahulu dapat mengambil bintang untukmu”, kata Hou Yi, “namun sekarang kita adalah manusia dan seluruh daerah dilanda banjir dan semuanya mati, dimana kamu mengharapkan saya bisa mendapatkan buah-buahan?”
“Itu semua salahmu! Kenapa kamu harus membunuh sembilan matahari itu? Seharusnya kamu sadar bahwa mereka adalah anak dari Kaisar Langit. Dan bagaimana kamu bisa juga bermesraan dengan Mi Fei yang telah menikah dengan Feng Yi? Kamu tidak tahu malu!”, teriak Chang-E sambil menangis.
Hou Yi menyadari bahwa dirinya memang salah.
“Baiklah, itu semua salahku. Tenanglah. Marah akan membuat kamu cepat menjadi tua”, kata Hou Yi dengan penuh kesabaran.
Mendengar kata “tua”, Chang-E tertegun dan melihat bayangannya di air. Dan Chang-E terkejut menyaksikan kerut-kerut pada mukanya.
Dia menyadari bahwa itu adalah sesuatu yang wajar pada manusia, dan kejadian itu tidak dapat dihindarinya. Chang-E berteriak-teriak histeri.
“Saya tidak ingin berubah! Saya tidak ingin menjadi jelek! Saya ingin kembali ke surga!”
“Itu tidak mungkin”, kata Hou Yi, “Kaisar Langit tidak mengijinkan kita kembali.”
“Saya tidak mau tahu! Saya tidak mau menjadi tua! Saya tidak mau menjadi jelek! Kamu harus menemukan cara agar saya tetap abadi dan cantik!”
“Baik, baik. Saya akan memikirkan caranya”, kata Hou Yi.
Hou Yi kebingungan. Dimana dia bisa mendapatkan cara membuat seseorang abadi dan tetap cantik?
Namun bila dia tidak mendapatkannya, itu akan berterusan tanpa akhir. Maka dia pergi dan tidak berani pulang ke rumah. Hou Yi ingin pergi ke tempat Mi Fei namun dia takut melanggar perintah Kaisar Langit, itu membuat semangatnya semakin turun dari hari ke hari.
Hou Yi menjadi pemabuk, dan mulai menunjukkan sifat kasar. Hou Yi mulai bersikap kasar kepada para murid dan anggota sukunya. Dan itu membuat orang-orang tidak menyukai Hou Yi, terutama Feng Meng dan seorang anak buah Feng Meng, Han Cho.
Feng Meng telah lama belajar memanah dari Hou Yi, dan merasa bahwa dirinya sudah melebihi Hou Yi. Dia secara rahasia menyukai Chang-E, namun tidak berani bertindak apa-apa karena dia takut akan busur dan panah gaib yang dimiliki Hou Yi.
Sedangkan Han Cho adalah seorang tamak yang menginginkan menjadi ketua menggantikan Hou Yi, tentunya jika Hou Yi dibinasakan.
Maka mereka berdua merencanakan hal jahat terhadap Hou Yi dan Chang-E. Mereka mengatakan kepada Hou Yi bahwa Ibu Raja yang tinggal di puncak Gunung Kunlun memiliki ramuan yang dapat membuat seorang abadi dan tetap cantik.
Demi Chang-E, Hou Yi mendaki Gunung Kunlun yang penuh dengan bahaya, dimana akhirnya dia bisa menjumpai Ibu Raja. Karena pengorbanan yang dilakukan oleh Hou Yi begitu besar untuk mencapai puncak Gunung Kunlun, Ibu Raja memberikan sebuah pil keabadian.
Seseorang yang memakan pil ini akan dapat ke surga, Ibu Raja berkata kepada Hou Yi, namun jika dua orang membaginya, maka mereka berdua dapat hidup abadi.
Mereka harus memakan pil itu tepat pada tanggal 15 bulan 8, ketika bulan penuh, demikian kata Ibu Raja lebih lanjut.
Hou Yi sangat gembira mengetahui hal tersebut, dan segera pulang ke rumah untuk memberitahu Chang-E. Mereka membagi pil tersebut menjadi dua dan akan memakannya pada waktu yang telah diberitahu, sehingga mereka berdua dapat menjadi abadi.
Saat itu adalah tanggal 12 bulan 8, tiga hari kemudian merupakan hari yang ditunggu. Namun Hou Yi mendengar adanya “ramuan permata” di Gunung Tienshan yang dapat membuat wanita semakin cantik. Maka untuk membuat Chang-E bahagia dan menebus kesalahan yang pernah dilakukan, Hou Yi pergi untuk mendapatkan ramuan tersebut.
Menurut perhitungan Hou Yi, dia akan mendapatkan ramuan itu dan kembali ke rumah dalam waktu tiga hari. Karena Hou Yi ingin memberi kejutan kepada Chang-E, dia tidak mengatakan apa-apa mengenai kepergiannya.
Tiga hari berlalu dan Chang-E melihat bahwa Hou Yi tidak akan kembali. Dia bertanya kepada Feng Meng mengenai hal itu, dan Feng Meng berkata bahwa dia tidak diperbolehkan untuk berkata apa-apa.
Karena ditanya terus menerus, maka Feng Meng dengan liciknya mengatakan bahwa, “Hou Yi tidak mengijinkan saya berkata apa-apa”.
“Mengapa tidak? Kemana dia pergi?”, tanya Chang-E.
“Saya tidak dapat mengatakannya. Hou Yi akan membunuh saya!”
“Tidak. Hou Yi tidak akan melakukan apa-apa terhadapmu. Katakan saja”, desak Chang-E.
“Dia….dia pergi untuk mencari Mi Fei”, bohong Feng Meng.
Chang-E tertegun. Betapa tidak tahu budi suaminya. Chang-E sangat marah mendengarkan hal itu. Dan saat bulan mulai muncul, Chang-E mengambil pil keabadian yang telah diberikan oleh Hou Yi, perlahan-lahan menuju ke halaman dan memandang ke langit.
Dia mengenang semua kehidupan bahagia yang pernah dinikmati di surga. Tidak ada banjir, tidak ada sakit, tidak ada penderitaan, dan tidak ada kesedihan. Manusia harus mengalami semuanya.
Betapa enak hidup di surga, pikir Chang-E.
Sekarang Chang-E memiliki pil keabadian. Namun, apakah Hou Yi akan pulang?
Chang-E berpikir, mungkinkah Hou Yi berencana untuk memakan pil itu berdua dengan Mi Fei dan meninggalkan dirinya?
Kebahagian di surga, dan penderita di dunia.
Hati Chang-E dipenuhi dengan berbagai kemelut emosi. Tiba-tiba, Chang-E mendengar suara derap tapak kuda, dan menebak bahwa itu pasti suaminya pulang. Dengan penuh kebingungan, dia meminum pil itu semuanya, dan saat itu juga dia merasa tubuhnya semakin ringan dan mulai melayang di udara.
“Chang-E! Chang-E!”, teriak Hou Yi sambil memegang erat ramuan permata yang didapatkan dari Gunung Tienshan. Namun Chang-E tidak menghiraukannya.
Chang-E terus melayang semakin cepat dan cepat. Dengan penuh kemarahan Hou Yi melempar ramuan permata dan mengambil busur serta panah gaibnya, namun dia tidak berani untuk memanah.
Chang-E ingin pergi ke surga, namun para Dewa-Dewi di surga telah menyaksikan penghianatannya terdapat sang suami dan mencelanya. Maka dia menjadi takut dan mengubah arah ke bulan yang dingin dan sepi.
Hou Yi menyaksikan semuanya dari bumi, dan berpikir bahwa dia dapat memanah jatuh bulan. Dia dapat melakukan hal itu, namun dia tidak berani menghadapi kenyataan bahwa dia akan membunuh istrinya yang tersayang.
Maka, dengan penuh kemarahan, dia mematahkan busur dan panah gaibnya. Kenapa harus tetap memiliknya, jika dia ternyata tetap tidak dapat menolong istrinya?
Feng Meng dan Han Cho melihat semua kejadian dari tempat tersembunyi, dan tersenyum bahagia. Hou Yi begitu sedih. Dengan satu perintah, dua orang itu bersama empat pengikut mereka mendatangi dan membunuh Hou Yi.
Chang-E yang berada di bulan menyaksikan bagaimana sang suami dibunuh secara kejam, dan dia sangat menyesali apa yang telah dilakukan. Namun sudah terlambat, tidak hanya dia sekarang telah dibuang dari surga, dia juga harus hidup abadi sendirian di bulan.
Li Shang Yin (A.D. 812-858), seorang penyair dari Dinasti Tang, menulis cerita sedih Chang-E tiga ribu tahun kemudian, dan cerita itu menjadi sebuah legenda, terutama bagi bangsa Tionghoa.
Setiap tanggal 15 bulan 8 penanggalan Imlek, ketika bulan menunjukkan keindahan secara penuh, orang Tionghoa melihat ke bulan dan mengingat Chang-E dan legendanya.
Perayaan ini dikenal sebagai Perayaan Pertengahan Musim Gugur, juga dikenal sebagai Perayaan Bulan.
Mantab legendanya 😀
apa benar bumi ada 10 mata hari, apa ini sebuah majas saja
Cerita bagus Tapi sangat mengharukan TT
apa ini jg sama dg perayaan Tong tju pia?
apa kisah ini bisa di kategorikan dengan cinta sejati?,karena banyak pengorbanan cinta yg tetuang di dalamnya….
mengharu biru…..
terharu dengan kisah cinta dan perjuangan utk itu,.. namun,.. apakah adakah kisah cinta yg seperti itu pd jaman sekarang,..