Falsafah Hidup Dari Jaman Tiga Negara (Sam Kok)

Spread the love

Guanyu, Liubei & Zhangfei, Kisah Tiga Negara, 三國演義, Romance of the Three Kingdoms

Guanyu, Liubei & Zhangfei
Kisah Tiga Negara
三國演義
Romance of the Three Kingdoms

Karya Roman Sejarah Tiga Negara atau lebih dikenal dengan nama Sam Kok adalah karya sastra besar dalam peradaban Tiongkok yang ditulis oleh Luo Guan Zhong (羅貫中). Karya sastra ini adalah roman sejarah yang menceritakan pergolakan sosial dan peperangan tiga kerajaan besar pada akhir Dinasti Han.

Tiga Kerajaan tersebut adalah Kerajaan Wei dengan pendirinya Cao Cao (曹操), Kerajaan Shu dengan pendirinya Liu Bei (劉備), dan Kerajaan Dong Wu (Wu Timur) dengan pendirinya Sun Quan (孫權).

Dalam karya sastra tersebut banyak terdapat falsafah hidup yang masih relevan untuk diterapkan dalam masyarakat modern sekarang ini. Falsafah pada karya sastra tersebut bersumber dari ajaran-ajaran filsuf ternama negeri Tiongkok, yakni Lao Zi (老子).

Adapun beberapa falsafah hidup dalam karya sastra tersebut diekspresikan dalam bentuk susunan kata-kata bijak yang mengandung petuah-petuah abadi sepanjang zaman.

“Jangan pernah melakukan tindak kejahatan karena hal itu sepele. Jangan pernah mengabaikan perbuatan baik hanya karena hal itu kecil.”
Liu Bei, Raja Shu

“Seorang pemimpin yang bijak tidak khawatir apakah rakyat mengenalnya atau tidak, dia justru khawatir kalau dia tidak mengenal rakyatnya.”
Zhuge Liang (诸葛亮), dikenal juga sebagai Kong Ming atau Kong Beng, Penasehat Liu Bei dan Perdana Menteri Kerajaan Shu

“Seorang jenderal mampu mengalahkan seribu musuh, namun dia tidak mampu mengalahkan dirinya sendiri.”
Pepatah kuno yang berarti: seorang pemimpin sering kali terjerumus oleh sifat dirinya sendiri yang diliputi ambisi akan harta, tahta, dan wanita

“Menang dan kalah adalah hal yang biasa dalam peperangan.”
Pepatah kuno yang sering kali diucapkan oleh pemimpin seperti Liu Bei dan Cao Cao untuk menghibur para jenderal dan prajurit yang sedang mengalami kekalahan

“Seorang pemimpin juga harus mentaati hukum dan peraturan yang dibuatnya tanpa terkecuali.”
Cao Cao, ketika akan menghukum dirinya sendiri karena telah melanggar aturan yang dibuatnya pada peristiwa yang disebut “potong rambut menggantikan penggal kepala”

“Jadilah seorang jenderal yang perkasa dan gagah berani, punya kepribadian yang luhur, jujur dan adil, selalu menjunjung tinggi kesetiakawanan, tidak pernah mengkhianati saudara atau kawan.”
Sifat jenderal Guan Yu (關羽) yang dikagumi Cao Cao yang berusaha membujuknya bergabung dengan kerajaan Wei

“Orang yang pandai memakai orang mau merendah di depannya, ini yang dinamakan kebajikan tanpa bersaing. Ini adalah orang yang punya kemampuan memakai orang. Ini adalah standar tertinggi untuk mengukur keperkasaan orang.”
Pujian yang ditujukan kepada Liu Bei ketika menunjukkan kesabaran dan kerendahan hati ketika berusaha membujuk Zhuge Liang untuk menjadi ahli stategi perangnya

“Jangan menilai kemampuan seseorang hanya dari penampilan dan usianya yang masih muda.”
Pujian yang ditujukan pada Zhuge Liang ketika berhasil memberikan siasat perang yang memberikan kemenangan atas Cao Cao, padahal Zhuge Liang tidak berpengalaman dalam perang bahkan Guan Yu dan Zhang Fei (張飛) awalnya meragukan kemampuan Zhuge Liang, tetapi akhirnya mereka berdua bertekuk lutut memberi hormat kepadanya

“Jenderal yang tangguh tidak suka menunjukkan kekuatannya. Jenderal yang pandai perang tak mudah terpancing emosinya.”
Nasehat yang ditujukan pada Jenderal Zhang Fei dan Jenderal Zhou Yu (周瑜) karena sifat buruk mereka

“Tidak ada bencana yang lebih besar daripada meremehkan musuh.”
Nasehat yang ditujukan pada Cao Cao dan Zhou Yu karena sering meremehkan kemampuan Zhuge Liang. Pada akhirnya sifat tersebut membuat Cao Cao kalah perang dan Zhou Yu kehilangan nyawanya

“Seorang laki-laki sejati semasa hidup di dunia harus sedini mungkin mengerjakan sesuatu yang besar. Jika tidak bertindak segera, maka menyesal pun sudah terlambat.”
Kata-kata Jenderal Zhang Song ketika membujuk Liu Bei menyerang Xi Chuan, peristiwa yang menjadi awal mula berdirinya kerajaan Shu

“Jika ingin mendapatkan sesuatu dari seseorang, maka biarkan dia sendiri yang mau memberikannya.”
Siasat yang dipakai Liu Bei dan Zu Ge Liang untuk “memperdaya” jenderal Zhang Song untuk memberikan informasi tentang kota Xi Chuan

“Ada yang sungguh-sungguh benar, ada yang sungguh-sungguh bohong.”
Taktik perang Zhuge Liang yang lebih dikenal dengan nama taktik “Kota Kosong”

“Orang yang hebat tidak hanya disegani ketika dia masih hidup tetapi juga setelah dia tiada.”
Kehebatan Zhuge Liang yang mampu membuat Si Ma Yi (司馬懿), jenderal perang Cao Cao, ketakutan tidak hanya saat Zhuge Liang masih hidup bahkan juga setelah dia meninggal dunia

“Harta kekayaan tidak bisa bertahan sampai tiga turunan.”
Pepatah kuno, dimana dinasti yang sudah susah payah didirikan, dihancurkan oleh anak-anak atau cucu-cucu para raja itu sendiri. Hal ini juga menimpa Liu Bei dimana kerajaan Shu yang dibangunnya dengan susah payah tetapi dengan mudah hancur di tangan anaknya sendiri Liu Chan (劉禪) atau A Dou

“Sejak zaman dahulu, siapa yang tidak pernah mati?”
Pepatah kuno yang artinya: tiada yang abadi di dunia. Pada akhirnya tokoh-tokoh hebat dan heroik dalam Tiga Kerajaan meninggal namun mereka akan terus dikenang karena kehebatannya dan kita dapat mengambil pelajaran berharga dari kehidupan mereka untuk kehidupan kita

“Kekuatan yang besar di dunia ini: yang bersatu lama-kelamaan pasti akan berpisah, yang berpisah lama-kelamaan pasti akan bersatu kembali.”
Kalimat penutup Roman Tiga Kerajaan


Spread the love

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

eighteen − thirteen =