Pada jaman dahulu sudah banyak orang-orang yang datang ke klenteng mencari Tao Shi – Tao Shi (Guru-guru Tao) untuk meminta bantuan atau pertolongan. Ada yang menanyakan nasib dan jodoh mereka, dan ada juga untuk penyembuhan penyakit-penyakit serta meminta obat-obatan, Tao Shi ahli dalam ilmu Akupuntur dan herbalis. Tetapi pada bulan-bulan tertentu Tao Shi – Tao Shi itu tidak ada di klenteng karena mencari obat-obatan di hutan atau di pegunungan, seperti ginseng, jamur, dan lain-lainnya. Dalam pencarian obat ini dibutuhkan waktu berbulan-bulan lamanya.
Untuk itu para Tao Shi membuat cara supaya masyarakat atau orang-orang yang datang dari jauh tidak kecewa karena Tao Shi nya tidak berada di tempat.
Jiao Bei
Didahului dengan melemparkan Jiaobei (筊杯 atau 珓杯), dua bilah potong kayu atau akar bamboo berbentuk bulan sabit untuk mendapatkan jawaban Ya atau Tidak. Setiap balok bulat di satu sisi (dikenal sebagai sisi yin) dan rata di sisi lain (dikenal sebagai sisi Yang).
Ada empat kemungkinan jawaban yang di dapat dari lemparan balok Jiao Bei :
- Shèng Jiǎo (聖筊), Jawaban Ilahi): Satu blok datar dan satu blok cembung (blok buka dan tutup) adalah jawaban ‘ya’.
- Nù Jiǎo (怒筊), Jawaban Marah atau Gū Jiao (哭筊), Jawaban Menangis: Kedua balok bulat adalah jawaban ‘tidak’. ditunjukkan dengan cara blok langsung jatuh rata di lantai.
- Xiào Jiǎo (笑筊), Jawaban Tertawa: Kedua blok datar memiliki interpretasi yang berbeda; Baik itu bisa menjadi jawaban ‘tidak’ yang ditekankan, atau jawaban untuk pertanyaan itu sudah Salah satu ciri dari jawaban ini adalah ketika balok bergoyang bolak-balik saat terjatuh, sebuah tawa simbolis.
- Lì Jiǎo (立筊), Jawaban Berdiri: Satu atau kedua blok jatuh tapi berdiri tegak di lantai menunjukkan bahwa pertanyaan kurang jelas maksudnya, oleh karena itu pertanyaannya dibatalkan dan prosedurnya harus diulang.
Bila digunakan sendiri tanpa stik Jiamsi, balok dilempar tiga kali untuk menjaga keakuratan jawaban Dewa, sebuah jawaban yang berhasil biasanya adalah tiga lemparan berturut-turut yang menunjukkan Shèng Jiǎo, atau dua dari tiga lemparan terbaik.
Stik Jiamsi
Melalui Jiamsi inilah masyarakat yang butuh masukan untuk mendapatkan jalan keluar persoalan hidupnya terjawabkan. Persoalan hidup manusia hidup antara lain masalah Jodoh, Rejeki, Kedudukan, Anak, dan Keberuntungan.
Jiam Si digunakan sebagai sarana meramal berdasarkan syair-syair kuno. Sangat menarik untuk mencoba Jiam Si. Siapa tahu Anda bisa mengetahui peruntungan Anda di tahun ini. Batang-batang bambu menyerupai sumpit namun dengan permukaan lebar telah diberi nomor di salah satu permukaannya. Sumpit-sumpit bernomor ini kemudian diletakan dalam sebuah wadah bambu.
Sebelum mengocok, berdoalah terlebih dahulu. Lalu kocoklah dengan tenang. Kocok terus hingga ada batang bambu yang keluar dari wadah dan terjatuh ke lantai. Lihat nomor yang tertera di batang bambu yang terjatuh. Lalu cocokan nomor dengan kertas jawaban yang tersedia. Isi kertas tersebut adalah syair dalam tulisan Huayi. Namun biasanya dilengkapi dengan terjemahan dalam Bahasa Indonesia.
Di dalamnya akan tertera “jawaban” mengenai permasalahan hidup Anda. Mulai dari keuangan, pekerjaan, keluarga, kesehatan, bisnis, asmara, dan sebagainya.
Masyarakat yang datang ke tempat Tao Shi (dahulu kebanyakan berada di Pegunungan) dari tempat jauh membawa bekal makanan selama perjalanan, dan saat sampai di tempat Tao shi mereka persembahkan dulu dialtar sebelumnya, disamping juga oleh-oleh makanan untuk Tao Shi tersebut.
Dari sinilah timbulnya asal-usul kebiasaan mempersembahkan sesuatu kepada Dewa. Pemberian persembahan kepada Dewa ini kemudian menimbulkan persaingan di antara masyarakat itu sendiri, sehingga timbullah persembahan dengan menggunakan Sam Seng. Di mana menurut pandangan masyarakat waktu itu, Sam Seng mewakili tiga jenis hewan di dunia, yaitu babi untuk hewan darat, ikan untuk hewan laut, dan ayam untuk hewan udara. Demikianlah persembahan ini berlangsung secara turun-menurun sampai sekarang pun masih ada.
Lalu mengapa sembahyang Dewa-Dewi tidak boleh memakai Sam Seng (babi, ikan dan ayam)?
Sembahyang memakai “Sam Seng”, ini sudah lama riwayatnya, disebabkan oleh orang-orang kaya kuno, yang menjadikan permainan yang kurang bijak mengadu kekayaan dan kemewahan pada saat dilaksanakan upacara sembahyangan. Tahun ke tahun berlalu, sekali salah, berkali-kali salah terus, seakan-akan sudah menjadi sesuatu yang biasa/paten. Kalau kita teliti dan pikirkan sejenak, kita akan merasa ngeri. Apa sebetulnya “Sam Seng” itu? Omongan kasarnya semua itu tidak lain adalah bangkai-bangkai binatang. Mengundang iblis atau setan yang makan tidak jadi soal, tapi kalau justru di pajang di atas altar sembahyang Dewa-Dewi untuk mengundangnya makan, Dewa-Dewi akan bagaimana? Anda anggap Dewa-Dewi itu apa/siapa? Apakah Dewa-Dewi masih mau melindungi anda? Maka harus mengerti jangan ceroboh.
Menurut anda, dapat dibenarkankah persembahan Sam Seng ini? Tidak menggunakan Sam Seng sebagai persembahan kepada Dewa-Dewi. Cukup dengan buah-buahan saja, misalnya apel, pear, jeruk, anggur, pisang, dan sebagainya. Yang penting adalah buah-buahan yang segar dan tidak berduri serta serasi dipandang mata.
Semoga bermanfaat